Apabila
anda tertarik dengan salah seorang diantara para akhawat. Tentu saja
hal itu menunjukkan anda adalah seorang yang normal berada dalam jalur
yang benar. Pilihan anda tertarik pada salah seorang akhawat pun sangat
logis dan justru sangat baik. Kenapa?
Karena meski bukan jaminan, tetapi umumnya para akhawat adalah wanita shalihah yang menjaga betul-betul akhlaq dan agamanya. Ini sangat penting untuk keharmonisan keluarga anda nantinya. Meski bukan berarti seorang akhwat itu manusia super yang selalu tinggi iman dan selalu bertaqwa, karena biar bagaimana pun dia adalah manusia biasa.
Karena meski bukan jaminan, tetapi umumnya para akhawat adalah wanita shalihah yang menjaga betul-betul akhlaq dan agamanya. Ini sangat penting untuk keharmonisan keluarga anda nantinya. Meski bukan berarti seorang akhwat itu manusia super yang selalu tinggi iman dan selalu bertaqwa, karena biar bagaimana pun dia adalah manusia biasa.
Hasrat anda untuk menikahi juga tidak salah, asal dilakukan dengan cara
yang terhormat dan santun. Paling tidak menurut hemat kami, anda perlu
berhubungan dengan orang tua atau ayah kandungnya. Karena beliaulah
orang nomor satu yang harus anda temui. Dan beliau pula yang nantinya
insya Allah- akan menikahkan anda dengan wanita dambaan anda.
Cobalah untuk berlisaturrahim dan bertaaruf dengan baik-baik serta
buatlah hubungan yang mulus dengan pihak keluarga. Karena secara syar‘I
jalan inilah yang utama.
Selain itu, boleh saja anda menghubungi para senior atau murabbinya.
Namun hal ini perlu pendekatan yang lebih hati-hati. Karena umumnya
mereka akan menanyakan "sanad"tarbiyah anda. Kalau menurut mereka "sanad"nya nyambung, artinya anda benar-benar juga aktif dalam
pengajian sebagaimana calon anda, bisa saja anda diterima.
Namun tidak sedikit juga yang agak pilih-pilih dan sedikit njelimet
dalam masalah laki-laki yang datang sendiri ingin menikahi akhwat
binaannya. Apalagi bila murabbinya itu belum nikah juga.
Nah kendala teknis seperti ini perlu sedikit disiasati sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku. Misalhnya, tidak ada salahnya anda datang
dengan murabbi anda atau salah seorang ustaz yang anda kenal.
Diusahakan agar ustaz ini -katakanlah- lebih senior dari ustazahnya
calon anda. Jadi paling tidak, dia cukup mengenal ustaz yang anda bawa
ini dengan baik. Jadi tidak ada masalah "birokrasi" dengan para "pejabat" yang terkait di sekitar akhawat itu.
Sebenarnya secara syar‘I, "birokrasi" seperti itu tidak baku. Apalagi
bila menilik dari hak seorang murabbi untuk menentukan calon pasangan
binaannya, tentu saja tidak pernah ada, karena hak itu sepenuhnya ada
di tangan sosok seorang ayah yang menjadi wali secara syah dalam hukum
Islam.
Jadi anggaplah murobbi itu seperti pak RT atau pak RW yang bila kita
mau menikah di suatu daerah, maka perlu juga diberitahukan dan
ditaarufi dengan cara baik-baik. Karena ini termasuk menjaga
silaturrahim dengan lingkungan.
Tapi semau itu bila memang anda telah siap untuk menikah. Bagaimana kalau anda belum siap?
Bila memang belum siap secara mutlak, maka sebaiknya tunda saja dulu
hasrat anda dan jangan terburu-buru jatuh hati pada salah satu akhawat
itu. Mengapa?
Karena secara logis, bila anda membiarkan perasaan anda untuk jatuh
hati kepada salah satu, maka secara psikologis, anda akan terus
terdorong untuk mendapatkannya. Dan karena untuk meju secara jantan
belum siap, akhirnya hanya dipendam dalam hati yang lama-lama hanya
akan menjadi jerawat.
Jangan berpikir kalau bukan sama si A, wah susah lagi mendapat yang
"sebagus" itu. Ingat, bagus tidak bagus itu relatif dalam pandangan
seseorang. Bisa jadi pada hari ini anda memandang A adalah sosok paling
ideal. Lalu seiring dengan pergantian waktu dan pergaulan, anda suatu
saat akan menemukan yang lebih bagus dari A yaitu B. Jadilah B ini
duduk dalam peringkat pertama. Waktu terus berputar dan lalu muncul
sosok C. Nah C ini jauh lebih bagus dari A atau B. Dan itulah yang
namanya hidup, saudaraku.
Intinya, kalau anda sudah siap maju, maka bismilllah melangkahlah. Tapi
bila belum siap, jangan sekali-kali melirik dan main api apalagi
"ngincer" salah seorang. Bisa bahaya dan kalaupun menahan dengan puasa
seperti anjuran nabi, maka puasa itu umumnya hanya menahan libido
biologis, bukan hasrat pikologis. Sedangkan "ngincer" salah seorang itu
lebih kepada hasrat psikologis saja.
Kalau belum siap terbakar usahakan hindari main api. Dan kalu belum siap basah, jangan minggir-minggir nanti kecebur, mas.
Wallahu A‘lam Bish-Showab,
SUMBER : http://youngmuslimsindo.multiply.com/journal/item/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar